Menara.co.id, Indragiri Hulu – Ribuan hektare hutan negara status HPT (Hutan Produksi Terbatas) dan HPK (Hutan Produksi Konversi) di kaki Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit kaum kapitalis membuat kondisi tanah tandus dan kehilangan resapan air.
Lebih kurang 1000 hektare lereng taman nasional yang berada dititik batas Prov Riau dan Jambi tersebut telah dirampas dan dikuasai secara ilegal oleh PT Toton Naibaho dan dijadikan kebun sawit pribadi perusahaannya.
Titik batas provinsi yang selama ini tidak diperhitungkan kebanyakan orang kini berubah jadi rebutan kaum pemodal (kapitalis) yang datang dari luar daerah tanpa mengurus izin dari steikholder pemerintah daerah dan provinsi bahkan pusat Jakarta.
Menurut Ketua umum LPLHI-KLHI (Lembaga Penyelamat Lingkungan Hidup dan Kawasan Laut Hutan dan Industri), Mugni Anwari Titirloloby di Jakarta agar kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI menindak segera menegemen PT Toton Naibaho yang beroperasi di Inhu batas Riau-Jambi.
“Kami mendesak kementerian LHK RI, gubernur Riau dan DLHK Riau agar ditindak segera menegemen PT Toton yang mengalihkan fungsi hutan kawasan menjadi kebun sawit di kaki kaki Taman Nasional di Riau tersebut.”, tegas Mugni saat dihubungi Kamis (19/1) di Jakarta.
Jika pihak pemerintah lemah dalam penertiban pada tindak kejahatan kehutanan di Riau diyakini keadaan hutan negara semakin hilang dari situasi kondisi kritis yang memprihatinkan sekarang.
“Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar.”
Bahkan di UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan telah dikebiri menegemen PT Toton selama ini.
“Serta perartuan hukum yang diubah dengan : UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan kemudian UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dijadikan Undang-Undang.”, urai Mugni
Dikatakan pemerintah provinsi Riau gubernur Riau Syamsuar dan DLHK serta steikholder lainnya sebagai pemegang wilayah agar lebih serius membuat polis (kebijakan) barunya dengan penindakan hukum demi tata kelola kehutanan yang terbaik kedepan, pungkas Mugni (Tamb)