Menara.co.id, Indragiri Hulu- Ketua umum pusat Jakarta Lembaga Penyelamat Lingkungan Hidup Indonesia- Kawasan Laut Hutan dan Industri (LPLHI-KLHI) Mugni Anwari Titirloloby secara terang-terangan menyentil Gubernur Prov Riau Syamsuar dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau Mamun Murod tidak optimal menangani kasus dugaan perampasan hutan negara yang berkedok kelompok tani (KT) dan koperasi yakni menegemen PT Ronatama (RNT) dan PT Toton Naibaho berlokasi di lerang bukit Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, di Inhu Prov Riau.
“Sepertinya Gubri Syamsuar tidak maksimal memberdayakan OPD Dinas LHK Riau yang dipimpin Mamun Murod dalam menangani laporan masyarkat dan pemberitaan yang santer tentang dugaan alih fungsi hutan HPK dan HPT jadi kebun sawit di kaki taman nasional dimana sekarang kondisi hutan di perbatasan Riau dan Jambi itu semakin kritis dan memprihatinkan”, tandas Mugni, Rabu (25/1)
Dikatakan jika pemerintah provinsi dan daerah sebagai pemangku wilayah lemah dalam melakukan penindakan bagi pelaku usaha kebun sawit yang nota bena telah kuat bukti dan keterangan saksi ada dugaan tindak pidana kejahatan kehutanan tetapi tidak respon dan malah bungkam justru menjadi ada pertanyaan ada apa hubungan DLHK dan Gubri dengan menegemen RNT dan TTN di Riau.
“Ada apa Syamsuar dengan RNT, TTN atau dengan Kadis LHK Riau Mamun Murod, kenapa stagnan penanganan kasus dugaan perampasan hutan di lereng TNBT yang yang dibanggakan negara tersebut”
Terkait isu perampasan hutan negara oleh RNT dan TTN tampa izin di hutan terlarang tersebut telah mencuat sejak tahun 2016 silam sampai sekarang tahun 2023, tetapi sampai detik ini belum ada sinyal penanganan hukum yang serius kepada menegemen RNT dan TTN yang dikenal dengan kebal hukum tersebut.
“Malah di Undang-Undang CK ada butir yang melarang bagi pelaku usaha kebun sawit yang menekankan tidak ada lagi dibenarkan melakukan pembangunan kebun baru, tetapi faktanya menegemen RNT masih nekat sepihak melakukan eksploitasi besar-besaran diluar luasan awal 2000 hektare pada lereng taman nasional itu. Lahan yang dibuka rampas 2000 hektare kasusnya belum ditangani tuntas, kini sudah buka lembaran kasus baru lagi bebas dari sentuhan hukum negara”, sahut Mugni
Aneh dalam sebuah negara hukum dimana penegak hukum dibidang Kehutanan yakni DLHK Riau dan Gubernur Riau dan terkait lainnya menjadi raja tega melihat dan mendengar pelaku usaha kebun sawit di Inhu Riau berstatus “bodong” dengan membiarkan melawan hukum pidana kehutanan bertahun-tahun tanpa sanksi yang tegas.
“Diharapakan dalam penanganan dugaan kasus ini yang konon kabarnya sedang ditangani oleh DLHK terkait dengan RNT dan TTN dan turunannya para oknum aparatur desa setempat dalam aksi jual beli hutan yang bertuan pada negara agar dibuka ke media bagaimana perkembangan dan pendalamannya oleh penyidik DLHK, jangan dibawa bungkam mesti dibuka”, imbau Mugni
Kasus dugaan perambahan ini juga telah sampai kepada Dirjend Gakum LHK RI oleh LPLHI-KLHI pusat Jakarta.
“Jangan sampai UU Cipta Kerja dan turunannya dan UU LHK dan UU-IUP sebagai konstitusi tata kelola hutan dan izin perkebunan dan aturan hukum lainnya yang mengikat kalah oleh hanya karena tangan-tangan keserakahan semata, tidak ada yang kebal hukum di negara ini”,tegas Mugni
Disamping itu Kadis LHK Prov Riau Mamun Murod kepada Menara.co.id via phonsel genggamnya mengaku pihaknya sedang menyusun strategi hukum dan mekanisme terkait dugaan pembabatan hutan oleh dua perusahaan RNT dengan luasan kebun sawit 2000 hektare diluar lahan bukaan baru dengan luasan yang belum diketahui pasti. Dan TTN alih fungsi hutan negara luasan 1000 hektare jadi kebun sawit dengan kedok kelompok tani (KT) dan koperasi dengan leluasa.
“DLHK sedang menyusun strategi pasti dalam penindakan hukum kepada menegemen dua perusahaan dimaksut. Dari luasan lahan kebun sawit dua perusahaan itu diketahui sebahagiannya ada masuk konsesi Area Penggunaan Lain (APL) ternyata tidak semuanya masuk konses HPT dan HPK”, ujar Mamun. (Tamb)